Hadis: Umur Terbatas, Namun Ada Pahala Tanpa Batas
Sesungguhnya, di antara karunia besar Allah Ta’ala kepada umat yang berumur pendek ini adalah petunjuk-Nya kepada amalan-amalan yang pahalanya terus mengalir hingga setelah kematian. Oleh karena itu, syariat Islam sangat menganjurkan umat Islam untuk berusaha agar amalannya tidak terputus setelah kematian, dan catatan amal kebaikannya tetap terbuka, sehingga pahalanya berlipat ganda. Amalan-amalan ini dirangkum dalam sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
أَرْبَعَةٌ تُجْرَى عَلَيْهِمْ أُجُورُهُمْ بَعْدَ الْمَوْتِ: مَنْ مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ عَلَّمَ عِلْمًا أُجْرِيَ لَهُ عَمَلُهُ مَا عُمِلَ بِهِ، وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَجْرُهَا يَجْرِي لَهُ مَا وُجِدَتْ، وَرَجُلٌ تَرَكَ وَلَدًا صَالِحًا؛ فَهُوَ يَدْعُو لَهُ
“Empat amalan yang pahalanya terus mengalir kepada pelakunya setelah kematian: 1) orang yang mati syahid di jalan Allah; 2) orang yang mengajarkan ilmu, maka pahala amalannya terus mengalir selama ilmunya diamalkan; 3) orang yang bersedekah, maka pahala sedekahnya terus mengalir selama sedekahnya ada; dan 4) orang yang meninggalkan anak saleh yang mendoakannya.” (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh At-Tabrani dalam “Al-Kabir“.)
Hadis ini menunjukkan bahwa amalan seseorang terputus saat ia meninggal, dan pahalanya tidak lagi bertambah, kecuali dalam empat hal ini. Anak saleh adalah hasil didikannya, begitu pula ilmu yang ia tinggalkan melalui pengajaran atau tulisan. Begitu juga dengan jihad di jalan Allah dan sedekah jariyah (wakaf). Berikut rincian pembahasan untuk masing-masing amalan tersebut:
Mati saat berjihad di jalan Allah (Ribath)
Ribath adalah kegiatan menjaga wilayah perbatasan antara kaum muslimin dan orang kafir untuk melindungi kaum muslimin dari mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ، وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ، وَأَمِنَ الْفَتَّانَ
“Berjaga (ribath) sehari semalam lebih baik daripada puasa dan salat malam selama sebulan. Jika ia mati, amalan yang biasa ia lakukan akan terus mengalir pahalanya, rezekinya terus diberikan, dan ia terbebas dari fitnah.” (HR. Muslim)”
Dalam riwayat lain disebutkan,
وَبَعَثَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ آمِنًا مِنَ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ
“Dan Allah membangkitkannya pada hari kiamat dalam keadaan aman dari ketakutan yang besar.” (HR. Ibnu Majah)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
كُلُّ مَيِّتٍ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ، إِلَّا الَّذِي مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ؛ فَإِنَّهُ يُنْمَى لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَيَأْمَنُ مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ
“Setiap orang yang mati, amalannya terhenti, kecuali orang yang mati saat berjihad di jalan Allah (ribath), maka amalannya akan terus bertambah hingga hari kiamat, dan ia aman dari fitnah kubur.” (HR. At-Tirmidzi)
Inilah keutamaan besar bagi orang yang berjihad di jalan Allah (ribath) dan meninggal saat melakukannya. Amalan yang biasa ia lakukan akan terus bertambah dan berlipat ganda hingga hari kiamat, ia terbebas dari siksa kubur dan fitnahnya. As-Suyuthi rahimahullah berkata, “Beberapa ulama berpendapat berdasarkan hadis ini bahwa orang yang berjihad di jalan Allah (ribath) tidak akan ditanya di dalam kuburnya seperti halnya orang yang mati syahid.” Orang yang berjihad di jalan Allah (ribath) juga akan terus diberikan rezekinya. Allah Ta’ala berfirman,
بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
“Bahkan, mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (QS. Ali Imran: 169)
Orang yang berjihad di jalan Allah (ribath) juga akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan aman dari ketakutan yang besar.
Allah Ta’ala berfirman,
لَا يَحْزُنُهُمُ الْفَزَعُ الْأَكْبَرُ وَتَتَلَقَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ هَٰذَا يَوْمُكُمُ الَّذِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
“Mereka tidak diliputi oleh ketakutan yang besar, dan malaikat-malaikat menyambut mereka (dengan mengatakan), ‘Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu.’ ” (QS. Al-Anbiya’: 103)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَيَوْمَ يُنفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَن شَاءَ اللَّهُ ۚ
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, lalu terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah.” (QS. An-Naml: 87)
Betapa banyak pahala besar yang akan didapatkan oleh orang yang mati saat berjihad di jalan Allah (ribath), sejak zaman para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, hingga Allah Ta’ala mewarisi bumi dan seisinya.
ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Hadid: 21).
Sedekah jariyah
Sedekah jariyah adalah sedekah yang terus mengalir dan berkelanjutan, seperti wakaf yang ditujukan untuk berbagai kebaikan. Jenisnya banyak, di antaranya: menggali sumur, membangun tempat penampungan, menanam pohon, membangun masjid, panti asuhan, dan mendonorkan organ tubuh dengan aturan yang berlaku, seperti tidak untuk diperjualbelikan dan dilakukan dari orang yang masih hidup kepada yang masih hidup atau dari orang yang sudah meninggal kepada yang masih hidup. Mengenai hal ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
«إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ» – وَذَكَرَ مِنْهَا: «مُصْحَفًا وَرَّثَهُ، أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ، أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ، أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ، أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ»
“Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan terus mengalir kepadanya setelah kematiannya adalah …” Beliau menyebutkan di antaranya: “Mushaf yang ia wariskan, masjid yang ia bangun, rumah singgah yang ia bangun, sungai yang ia alirkan, atau sedekah yang ia keluarkan dari hartanya saat sehat dan hidup, akan terus mengalir kepadanya setelah kematiannya.” (HR. Ibnu Majah)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: … إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali dari tiga perkara: kecuali dari sedekah jariyah…” (HR. Muslim)
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
خَيْرُ مَا يُخَلِّفُ الرَّجُلُ مِنْ بَعْدِهِ ثَلَاثٌ وَ ذَكَرَ مِنْهَا
صَدَقَةٌ تَجْرِي يَبْلُغُهُ أَجْرُهَا
“Sebaik-baiknya peninggalan seorang laki-laki setelah kematiannya ada tiga hal.” Beliau menyebutkan di antaranya: “Sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir kepadanya.” (HR. Ibnu Majah)
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadis ini menunjukkan keabsahan wakaf dan besarnya pahalanya, dan bahwa pahala sedekah sampai kepada orang yang meninggal berdasarkan kesepakatan ulama.”
Maka, sebelum ajal menjemput, wahai hamba Allah, manfaatkanlah harta yang Allah Ta’ala anugerahkan kepadamu dan segeralah mewakafkan sebagiannya di tempat yang tepat agar mengalirkan pahala yang besar kepadamu saat berada di dalam kuburmu. Sungguh beruntung orang yang beramal untuk kehidupan setelah kematian, dan sengsara orang yang mengikuti hawa nafsunya, dan amalannya hanya sebatas angan-angan!
Ilmu yang bermanfaat
Yang dimaksud dengan ilmu jika disebutkan secara umum adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. As-Shan’ani rahimahullah berkata, “Ilmu-ilmu yang menjadi sarana untuk memahami ayat yang muhkam (jelas), sunah yang sahih, atau kewajiban yang adil, maka hukumnya sama dengan hukum ayat, sunah, atau kewajiban tersebut. Mengajarkan ilmu mencakup menulis, mengajar, menyalin, dan mengoreksi kitab-kitab karya ulama Islam.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ” – وَذَكَرَ مِنْهَا: “عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ”
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali dari tiga perkara.” Beliau menyebutkan di antaranya: “Ilmu yang bermanfaat.” (HR. Muslim)
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
خَيْرُ مَا يُخَلِّفُ الرَّجُلُ مِنْ بَعْدِهِ ثَلَاثٌ وَذَكَرَ مِنْهَا
عِلْمٌ يُعْمَلُ بِهِ مِنْ بَعْدِهِ
“Sebaik-baiknya peninggalan seorang laki-laki setelah kematiannya ada tiga hal.” Beliau menyebutkan di antaranya: “Ilmu yang diamalkan setelah kematiannya.” (HR. Ibnu Majah)
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ: عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ
“Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan terus mengalir kepadanya setelah kematiannya adalah… ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan…” (HR. Ibnu Majah)
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadis ini menjelaskan keutamaan ilmu, anjuran untuk memperbanyaknya, dan dorongan untuk mewariskannya melalui pengajaran, penulisan, dan penjelasan. Hendaknya seseorang memilih ilmu yang paling bermanfaat di antara ilmu-ilmu yang ada.”
Dakwah kepada Allah Ta’ala termasuk dalam cakupan mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada manusia, yang akan memberikan manfaat kepada pemiliknya setelah kematiannya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala mereka.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, bidang dakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah salah satu bidang yang paling besar dan paling subur dalam memperpanjang umur produktif, menambah kebaikan, dan keberlanjutannya setelah kematian.
Doa anak saleh baik laki-laki maupun perempuan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ” – وَذَكَرَ مِنْهَا: “وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ”
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali dari tiga perkara.” Beliau menyebutkan di antaranya: “Anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
خَيْرُ مَا يُخَلِّفُ الرَّجُلُ مِنْ بَعْدِهِ ثَلَاثٌ: وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ
“Sebaik-baiknya peninggalan seorang laki-laki setelah kematiannya ada tiga hal: anak saleh yang mendoakannya…” (HR. Ibnu Majah)
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ وَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ
“Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan terus mengalir kepadanya setelah kematiannya adalah… anak saleh yang ia tinggalkan.” (HR. Ibnu Majah)
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadis ini menunjukkan keutamaan menikah dengan harapan mendapatkan anak saleh, dan bahwa pahala doa sampai kepada orang yang meninggal berdasarkan kesepakatan ulama.”
Anak saleh adalah perpanjangan usia bagi orang tua dan keberlanjutan kebaikan mereka setelah kematian. Oleh karena itu, orang tua harus bersungguh-sungguh dalam mendidik dan membesarkan anak-anak mereka dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala. Orang tua tidak akan mengetahui nilai anak saleh, kecuali ketika mereka berada di dalam kubur, kemudian mereka melihat hadiah demi hadiah dalam timbangan kebaikan mereka, berupa pahala istigfar, sedekah, doa, atau amalan lain yang dilakukan oleh anak-anak mereka.
Wahai kaum muslimin, sebagai bukti kebenaran hal tersebut, terdapat dalam hadis Ummu ‘Ala radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Aku melihat ‘Utsman bin Mazh’un dalam mimpi, matanya mengalirkan air. Aku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan hal itu kepadanya. Beliau bersabda, ‘Itulah amalannya yang terus mengalir kepadanya.’ ” (HR. Al-Bukhari)
Artinya, sebagian amalannya masih terus mengalir pahalanya seperti sedekah. Para ulama berkata, “‘Utsman bin Mazh’un radhiyallahu ‘anhu memiliki anak saleh yang ikut dalam perang Badar dan perang-perang setelahnya, yaitu As-Sa’ib. Ia meninggal pada masa kekhalifahan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Tidak diragukan lagi bahwa ia mendoakan ayahnya setelah kematiannya. Selain itu, ‘Utsman bin Mazh’un radhiyallahu ‘anhu adalah orang kaya, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa ia memiliki sedekah yang terus mengalir setelah kematiannya.”
***
Penulis: Muhammad Bimo Prasetyo
Artikel asli: https://muslim.or.id/97070-umur-terbatas-namun-ada-pahala-tanpa-batas.html